Kini kau kembali membuatku tak bisa teriak
Diammu membuatku menyangkal anggapanku sendiri
Aku tak akan menuntut apapun,
Kecuali sepatah kata yang dapat menghentikan serapahku
Dan kutahu kau masih menyimpan kata itu
Bukan keraguan yang membungkammu
Tapi keinginan untuk benarbenar mengatakannya tanpa harus berteriak
Sampai sekarang aku masih belum juga mengerti
Mengapa kita harus bersembunyi di balik tumpukan bukubuku
Padahal isi pena telah kering menggores segala macam kebodohan
Membuatku semakin muak dengan keindahan pikiran
Dan sungguh kuakui, aku begitu dendam dengan kemolekan khayalan
Maka segera datanglah untuk menjilat ketiakku
Semakin lama kupikirkan, kau malah menyudutkanku pada dilema yang rumit
Memaksaku untuk menjejalkan otak Freud ke dalam saku celanaku
Dan kulihat kau tersenyum pahit untuk kebingunganku
Sudahlah aku takkan memaksamu. Paling tidak untuk saat ini
Lagilagi aku harus mengalah untuk sebuah pernyataan
Isi kepalaku telah habis kau cincang menyertai taburan kuntum itu
Seluruh tubuhku kau lilit dengan aroma nafasmu
Tapi kau belum juga bicara, bicara tentang rembulan dan gemintang
yang sedang bermesraan di balik geliat awan
Aku malu untuk memutar kembali rekaman percakapan kita kemarin
Sebab berbagai alasan memaksamu untuk bicara
Lebih baik aku pergi dari tempat penuh bangkai ini
Tapi jangan cobacoba kau mengikutiku
Saat ini aku sedang ingin sendirian
Menghitung jejakjejak yang telah kutinggalkan pada tanah ini