30.6.09

Wajah Kota

; dalam laju mimpi

Lelaki tak bernama mencoba menghitung mimpi
Dalam pekat rembulan di sudut penghampiran
Dalam ruang tak berbatas di antara tatapan tajam para pemuja ketiadaan
Di bawah perlindungan sebuah alibi
Bahwa inilah realita yang harus dihadapi bersama
Bahwa inilah wajah sebuah kota religius
Tak kunjung usai membangun peradaban
Di atas pondasi firman-firman
Dan semua ini adalah alasan sebuah pemakluman

Tak pernah menuai lelah nafasmu memburu
Pada kepalsuan sejarah kerajaan masa lalu
Kejayaannya yang hampir tak bersisa
Masih sempat dicuri kepentingan demi kepentingan
Hanya sisa aura yang masih sanggup warnakan cerah
Hanya itulah yang masih bisa berikan nafas

Mungkin sekarang saatnya lantunkan kembali kidung kinasih
Pada tiap sisi dan sudut peradaban
Agar tak lagi terus melangkah dalam mimpi
Dan lelaki linglung itu segera dapatkan panggilan
Mungkin…

Tapi kapan…?
Akankah terwujud jika hingga saat ini
Kita masih saja asyik nongkrong
Sembari bermain gitar nyanyikan lagu mimpi
Sudah saatnya kita bangun dan menjerat rembulan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apapun yang kalian katakan akan sangat berarti bagiku